Mana Bisa Kompetisi yang Kotor Dianggap Sebagai Kompetisi Profesional?
Kabar Bonek, 20 Oktober 2011
Surabaya - Kabar Bonek : Beberapa waktu lalu, saat IPL jadi digelar, bisa dibayangkan bagaimana sakitnya kubu barisan sakit hati, yang terdiri dari geng-geng pembela Bakrie, orang yang hingga sekarang hanya disibukkan untuk jadi calon presiden di Pemilu 2014 dengan menggunakan sepakbola sebagai tunggangan politiknya. Bagaimana tidak? IPL jadi digelar walaupun pihak sana-sini telah meng-klaim bahwa IPL adalah liga yang tak jelas, liga yang tak bervisi, dan entah apalagi yang mereka ributkan tentang pelaksanaan IPL.
Namun nyatanya, IPL tetap jalan. Bahkan dengan konsep elegan dalam opening ceremony-nya. Pertandingan pembuka IPL berlangsung dengan sukses, yang mana Persib Bandung akhirnya harus puas berbagi angka 1-1 melawan Semen Padang, pada Sabtu (15/10) lalu.
Hal yang terjadi selanjutnya, jelas sudah dapat ditebak dari jauh-jauh hari. Orang-orang yang sesungguhnya dari awal memang sudah dirancang untuk menjadi oposisi dari dalam kepemimpinan Prof Djohar Arifin, melah berencana menggelar liga tandingan yang tetap akan berafiliasi ke dalam PT Liga Indonesia (selaku pelaksana kompetisi pada jaman Nurdin Halid). Suatu hal yang menurut KB adalah tindakan yang keliru, jika tidak mau dibilang dungu.
Kenapa demikian? Jelas yang jadi masalah adalah soal legitimasi. ISL, yang didukung oleh 2 exco, yaitu La Nyalla Mataliti dan Toni Apriliani sebagai liga tandingan untuk menjatuhkan kepemimpinan Prof Djohar yang baru seumur jagung, belum sampai 4 bulan, nyatanya adalah kompetisi yang digelar dengan situasi yang serba aneh. Apalagi jika kita melihat dari dalang yang bermain. Jelas semua sudah tahu bahwa sebuah partai yang berlogo pohon beringin menjadi dalang ISL kali ini. Aneh, karena sepakbola - atau kompetisi ini justru disiapkan untuk politik, sehingga mungkin saja ada intrik-intrik tertentu dari para pemimpin klub-klub tersebut (juga Exco PSSI-nya) agar mendapat jatah jika Bakrie memenangkan Pemilu 2014 nanti (amit-amit....)
Masih belum paham? Sederhana saja kok. Kalau menurut analisa yang dilakukan tim redaktur Kabar Bonek, liga atau kompetisi yang baik, yang harusnya diikuti oleh semua orang, itu harus memenuhi tiga aspek berikut, yaitu BERSIH, JUJUR, ADIL, dan RESMI. Dan tak ada satupun aspek itu yang melekat pada ISL musim lalu, maupun yang akan digulirkan sekarang sebagai liga tandingan.
Pertama, liga tandingan (atau dalam hal ini, ISL) jelas-jelas TIDAK BERSIH. Mau bukti? Coba saja tanya kepada PT Liga Indonesia, yang mengklaim dirinya masih sebagai penyelenggara kompetisi yang sah di Indonesia. Apa berani keuangannya diaudit? Apa mereka berani terang-terangan soal neraka keuangan yang mereka punya? Dan yang satu lagi, apa mereka bisa menjamin bahwa klub-klub yang bersaing dalam liga tandingan itu bersih?
Contoh gampangnya, pada musim lalu pun, raja penalti Persebaya Divisi Utama versi WW tak pernah tersentuh hukum di PSSI era Nurdin. Kasus Persisam juga tidak tersentuh. Bahkan yang jadi pertanyaan terbesar adalah kasus 'penyelamatan' Pelita Jaya dengan mengorbankan Persebaya dan Persik di ISL 2009 pun hingga kini jauh panggang dari api. Ini yang mereka sebut profesional? Profesional macam apaan? Klub-klub yang melakoni kompetisi bobrok tersebut analoginya seperti perampok yang dari luar terlihat sok suci.
Kedua, apakah liga tersebut jujur? Kalau menurut data yang ada di KB, ISL yang digadang-gadang sebagai liga tandingan hanya sebuah pembodohan massal. Pembodohan publik, khususnya suporter dan klub-klub yang ditipu dengan mengatakan bahwa ISL adalah liga yang benar. Menggunakan media-media Bakrie seperti dua stasiun televisi yang ada di channel tivi Anda untuk membuat situasi bahwa IPL adalah selalu salah, dan ISL adalah selalu benar. Membuat opini publik bahwa ISL seakan-akan adalah liga profesional dan liga yang benar. Namun, jika dirunut untuk kembali ke FIFA, tetap saja itu hanyalah pembodohan belaka. Tak ada kompetisi profesional yang dikelola dengan politik seperti ISL.
Yang ketiga, liga tersebut jelas-jelas TIDAK ADIL. Coba perhatikan. Dengan data awal 12 klub (data sejak tulisan ini ditulis, Minggu (16/10), red.), akan terlihat bahwa semuanya adalah klub-klub yang berafiliasi ke seseorang bernama Aburizal Bakrie. Ironis, memang. Di saat era sepakbola profesional, ketidakadilan justru ada di sepakbola kita. Mengapa tidak adil? Jelas saja. Toh semuanya juga akan kembali ke Bakrie.
Keempat, liga tersebut sudah jelas TIDAK RESMI. FIFA hanya mengakui liga resmi yang legitimasinya berada di PSSI, bukan PT Liga Indonesia yang tak jelas jluntrungannya. Dan sekuat apapun mereka berpendapat bahwa ISL itulah yang asli, silakan saja. Toh juga waktu bisa membuktikan mana yang benar dan mana yang salah. Lha wong ADT yang berkuasa selama berpuluh-puluh tahun di sepakbola nasional akhirnya terlihat juga belangnya.
Sudah saatnya kita berpikir lebih jernih, mana yang lebih baik. Jangan sampai kita tertipu hanya gara-gara segelintir orang yang ingin memanfaatkan loyalitas kita, terutama untuk para suporter, untuk melebarkan jalan mereka menuju RI-1 2014 nanti. Walaupun sekuat apapun mereka berbicara, bagaimanapun AFC sudah merestui IPL. Kita tinggal tunggu saja masalah apa lagi yang bakal mereka ungkit-ungkit hanya demi membuat sepakbola menjadi tunggangan bos-nya untuk dapat menang di Pilpres mendatang. (vec/alf/wir)
Sumber: Kabar Bonek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar